Sabtu, 29 Agustus 2009

LAMPION

gambar dari http://oktaendy.iwuvya.com/blog/gallery/?level=album&id=7

Ada sebuah pertanyaan dari Seputar Indonesia Pagi RCTI tanggal 27 Agustus 2009 yang sangat menggelitik. Isi pertanyaan itu adalah tentang seberapa jauh kita mengenal budaya kita sendiri?

Di saat bangsa kita sedang geram dengan klaim bangsa Malaysia tentang Tari Pendet Bali adalah miliknya namun ada sisi ironi yaitu kita tidak mengenal budaya kita sendiri bahkan sebelumnya sama sekali tidak pernah peduli apalagi melestarikannya.

Banyak di antara kita yang bahkan tidak bisa menyebutkan tari – tarian, lagu daerah, alat musik, rumah adat dan lainnya milik bangsa kita. Bagaimana kita bisa mengklaim diri kita mencintai budaya kita? Bukankah salah satu pondasi cinta adalah perhatian? Perhatian untuk mengetahui, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan itu sendiri.

Sedikit banyak berhubungan dengan hal di atas, Saya teringat dengan cerita di salah satu majalah anak – anak dulu. Ceritanya begini.. Tersebutlah seorang anak yang diberi tugas untuk membuat lampion dari sekolahnya dan harus dikumpul besok. Setelah membeli bahan – bahannya ia pun mulai bekerja. Namun karena ia kurang sabar akhirnya lampionnya bukannya jadi malahan jelek tidak karuan.

Karena putus asa ia pun menendang lampion buatannya di tempat sampah. Seorang gadis tiba – tiba datang dan berkata,” Apa yang kamu lakukan?” Si anak menjawab,“Bukan urusanmu kalau aku membuang lampion jelek itu!”. Gadis kecil itu pun memungut lampion yang terbuang dan berkata, “Sungguh malang nasibmu wahai lampion, padahal seandainya pembuatmu lebih sabar, kamu pasti sangat cantik dan ia akan sangat bangga memilikimu.”

Maka gadis itu dengan hati – hati dan penuh cinta memperbaiki lampion tersebut. Akhirnya upayanya berhasil..dan seperti katanya lampion itu sangat cantik dan sangat indah. Si anak yang melihat lampionnya sudah menjadi indah lalu berkata,” Hei!, kembalikan lampionku!!”. Anak gadis itu berkata, “Ini bukan lampionmu lagi, bukankah kau sudah membuangnya?”.

Si anak ngotot dan berkata, “Tapi aku yang membeli bahan – bahannya dan membuatnya pertama kali, maka lampion itu harus jadi milikku!” Si Gadis menjawab, “ Barang yang sudah engkau buang bukan lagi milikmu dan setelah aku memperbaikinya sekarang lampion ini milikku.”

Saya tidak akan mengomentari siapa yang benar dan salah dari kisah tersebut. Namun setidaknya bisa jadi renungan bagi kita..seberapa jauh cinta kita pada milik kita sendiri sebelum orang lain berkesempatan memperbaiki dan mengembangkannya serta akhirnya mengklaim bahwa itu miliknya. Bagaimana menurut anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar